
Rabu, 30 September 2009
RUU Ketenagalistrikan Berpotensi Sengsarakan Rakyat
SENIN, 07-09-2009 16:41
Oleh : Redaksi
JAKARTA - Bahwa semua rakyat Indonesia membutuhkan tenaga listrik untuk menopang kehidupan rumah tangga masing-masing, adalah suatu fakta yang tidak tarbantahkan.
"Namun, bahwa sebagian masyarakat Indonesia belum bisa menikmati tenaga listirk dalam kesehariannya, juga suatu hal yang tidak bisa dinafikan," demikian Ketua Nasional Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP) Anwar Ma'ruf dalam rlisnya yang diterima batamtoday, Senin (7/9/2009).
Untuk rakyat Indonesia di Jawa-Bali, misalnya, saat ini penggunaan listrik bagi kebutuhan rumah tangga telah mencapai 90 persen. Sedangkan untuk luar Jawa, walaupun belum semua dapat menggunakan jasa listrik untuk kebutuhan rumah tangganya, kata Anwar Ma'ruf, tapi dapat dipastikan bahwa sebagian besar rakyat di luar Jawa juga membutuhkannya untuk membantu produktivitas rumah tangga dan industrinya.
Untuk saat ini listrik sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyrakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. "Dengan demikian, bidang kelistrikan kemudian juga akan menjadi incaran para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan," tandasnya.
Dengan asumsi sekitar 90 persen masyarakat di Jawa dan Bali menggunakan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangganya, kata Anwar Ma'ruf, dipastikan bisa menjadi lahan bisnis baru bagi para pemilik modal.
"Hal itu sudah mulai terlihat dari kebijakan pemerintah yang memberlakukan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yang dianggap sebagai upaya untuk melancarkan swastanisasi/privatisasi bidang kelistrikan," sebut Anwar.
Sebab, Inti dari UU No 20 Tahun 2002 dinilainya sebagai upaya mewujudkan swastanisasi/privatisasi kelistrikan di Jawa-Bali dan menyerahkan PLN Luar Jawa ke pemerintah daerah. "Hal tersebut jelas akan berdampak pada semakin tingginya biaya listrik yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya di Jawa-Bali," tambahnya.
Selain itu, pemerintah daerah juga akan terbebani dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarkatnya. Dalam salah satu pasal di UU No 20 Tahun 2002 disebutkan, bahwa usaha pembangkitan tenaga listrik dilakukan berdasakan kompetisi. Artinya, untuk pembangkit tenaga listrik, setiap pemilik modal dapat berkompetisi untuk membangun instalasi tersebut.
"Hal ini jelas akan berdampak buruk, seperti halnya swastanisasi yang saat ini terjadi di bidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan tertutup aksesnya untuk menikmati listrik karena tidak memiliki biaya," ungkap Anwar Ma'ruf yang didampingi Rendro Prayogo, Sekjen KP-PRP.
Beruntung, pada 15 Desember 2004 Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan konstitusi UUD 45. Dan selanjutnya, pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyiapkan undang-undang baru sebagai pengganti UU No 20 Tahun 2002.
Namun sayang, dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru pun, kata Anwar Ma'ruf, masih sarat dengan bau neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat.
Penyediaan ketenagalistrikan akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang berlandaskan prinsip otonomi daerah. Selain itu, upaya untuk menswastanisasi bidang ketenagalistrikan juga masih sangat kental dalam RUU Ketengalistrikan tersebut.
"Ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah kapitalis saat ini memang berupaya untuk melanggengkan agenda-agenda neoliberalisme agar dapat menguntungkan kepentingan para pemilik modal. Rakyat Indonesia oleh pemerintah kapitalis saat ini hanya dijadikan "sapi perah" agar dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal," ujarnya lagi.
Ditambahkan Rendro Prayogo, pemberlakuan berbagai kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah, juga menunjukkan ketertundukkan pemerintah kapitalis kepada para pemilik modal, hingga tidak mempedulikan nasib rakyat Indonesia akibat
"Sitem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan bukan hanya gagal, namun sistem Neoliberalisme-Kapitalisme jelas-jelas hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia dan hanya ingin menguntungkan kepentingan-kepentingan para pemilik modal," tandasnya.
Dalam rilisnya, PRP juga menyampaikan 3 poin penolakannya atas Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang diusulkan pemerintah:
Pertama, menolak dengan tegas diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, untuk menggantikan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sebenarnya RUU Ketenagalistrikan yang akan diberlakukan tersebut tidak berbeda dengan undang-undang sebelumnya, dimana hanya akan menguntungkan kepentigan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Kedua, menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat di Indonesia untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan menolak diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang dimunculkan oleh sistem Neoliberalisme-Kapitalisme.
Dan yang terakhir, PRP menyatakan kalau sistem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dan hanya dengan SOSIALISME lah rakyat Indonesia akan sejahtera.(btd/redaksi)
Pernyataan Sikap Konfederasi KASBI
Konfederasi KASBI
(Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia)
Menolak RUU
Kelistrikan dan Mendukung SP PLN Melawan RUU Kelistrikan
Neoliberalisme adalah berkurangnya atau bahkan
hilangnya peran negara dalam mengurusi/melindungi kepentingan publik atau hajat
hidup rakyat. Dalam konteks kekinian, hajat hidup tersebut adalah tempat
tinggal/perumahan, pangan atau lapangan kerja, kesehatan, pendidikan, kebutuhan
energi dan listrik serta air.
Hilangnya peran negara ditunjukkan dengan
dialihkannya pengelolaan dan pelayanannya kepada pihak swasta. Swasta ini bisa
asing atau pengusaha Indonesia. Ketika diserahkan
pihak swasta, maka yang terjadi adalah upaya pihak pengelola tersebut untuk
mendapatkan keuntungan sebesar besarnya. Keuntungan tersebut didapat dari
konsumen, yakni Rakyat Indonesia. Pengalihan peran ini
diberikan payung hukum yang dibuat oleh DPR RI dan pemerintah.
Dengan demikian,
pemerintah dan DPR RI telah mengabdi dengan ”tunduk dan patuh” terhadap
kepentingan para pemodal yang mengusung sistem ekonomi Neoliberalisme. Ini juga
semakin menunjukkan betapa Indonesia, dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI masih
”terikat” oleh LOI dengan IMF tanggal 15 januari 1998, dimana harus terjadi
reformasi peraturan untuk liberalisasi pasar di Indonesia.
Saat ini, ada
beberapa Rancangan Undang Undang (RUU) yang jelas-jelas memberikan mandat untuk
terjadi pengalihan kewajiban pengelolaan yang berhubungan dengan hajat hidup
rakyat. Diantara RUU terebut adalah RUU Pengawasan Privatisasi BUMN dan RUU
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
RUU Pengawasan
Privatisasi BUMN akan lebih mendorong pada proses
diprivatisasikannya/swastanisasi PLN. Dengan demikian maka akan ada resiko
kenaikan harga listrik untuk rakyat. Kenaikan ini jelas akan menambah beban
hidup rakyat yang sudah banyak menemui kesulitan-kesulitan. Privatisasi ini
juga akan berimbas pada kehidupan para pekerja di BUMN, khususnya di PLN.
Karena dengan dikelola oleh swasta, maka sistem kerja kontrak dan outsourcing
akan diterapkan secara masif. Dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing maka
penghasilan buruh akan rendah dan kelangsungan kerjanya menjadi tidak pasti.
Artinya, kehidupan pekerja menjadi lebih sengsara.
Dengan kondisi
tersebut, maka kami dari Pengurus Pusat Konfederasi Kongres Aliansi Serikat
Buruh Indonesia (PP-KASBI) Menyatakan sikap sebagai Berikut :
Menolak UU Keltenagaistrikan, yang bertendensi pada lepasnya peran negara
pada kepentingan masyarakat pada hak atas listrik, privatasi PLN dan
kenaikan harga listrik bagi Rakyat.Menolak RUU Kawasan Ekonomi
KhususMenolak PRIVATISASI PLN dan Menolak PRIVATISASI BUMN Lainnya.Mendukung
Perjuangan SP PLN dalam Perlawanan terhadap RUU Kelistrikan,
Privatisasi PLN dan kenaikan harga listrik.Menuntut DPR RI untuk tidak
mengesahkan RUU
Privatisasi BUMN, RUU Kawasan Ekonomi khusus.
Demikian pernyataan sikap ini sebagai bentuk ”peringatan” bagi penguasa
negeri ini yang menjual kekayaan negara dan rakyatnya, sekaligus sebagai bentuk
dukungan kepada semua rakyat yang melakukan perlawanan terhadap rezim penindas.
Jakarta,
5 September 2009
Pengurus
Pusat Konfederasi
Kongres
Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
Ketua
Umum : (Nining
Elitos) Sekretaris jendral : (Khamid Istakhori)
PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA
Nomor: 137/PS/KP-PRP/e/IX/09
Tolak RUU Ketenagalistrikan yang baru karena berpotensi menyengsarakan rakyat!
Negara harus menjamin kebutuhan rakyat akan listrik!
Salam rakyat pekerja,
Hampir seluruh rakyat Indonesia saat ini telah menggunakan tenaga listrik untuk kebutuhan rumah tangganya. Untuk rakyat Indonesia di Jawa-Bali saja, penggunaan listrik bagi kebutuhan rumah tangganya telah mencapai 90%. Sedangkan untuk wilayah luar Jawa, walaupun belum semua menggunakan jasa listrik untuk kebutuhan rumah tangganya, namun dapat dipastikan bahwa sebagian besar rakyat di luar Jawa juga membutuhkan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangga dan industrinya. Untuk itu, listrik dapat dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyrakat untuk menjalani kehidupannya.
Oleh karena itu, bidang kelistrikan kemudian juga menjadi incaran para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan. Dengan asumsi sekitar 90% masyarakat di Jawa dan Bali menggunakan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangganya, maka ini bisa menjadi lahan bisnis baru bagi para pemilik modal.
Untuk melancarkan swastanisasi/privatisasi bidang kelistrikan kemudian pemerintah kapitalis pada tahun 2002 memberlakukan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Inti dari UU No 20 Tahun 2002 tersebut adalah mengupayakan swastanisasi/privatisasi kelistrikan di Jawa-Bali dapat terwujud dan menyerahkan PLN Luar Jawa ke Pemda. Hal ini jelas akan berdampak pada semakin tingginya biaya listrik yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya di Jawa-Bali serta membebankan PEMDA dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarkatnya. Dalam salah satu pasalnya di UU NO 20 Tahun 2002 disebutkan bahwa usaha pembangkitan tenaga listrik dilakukan berdasakan kompetisi. Artinya untuk pembangkit tenaga listrik, setiap pemilik modal dapat berkompetisi untuk membangun instalasi tersebut. Hal ini jelas akan berdampak seperti halnya swastanisasi yang saat ini terjadi di bidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan tertutup aksesnya untuk menikmati listrik karena tidak memiliki biaya.
Akan tetapi pada 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan konstitusi UUD’45. Untuk selanjutnya pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyiapkan undang-undang baru sebagai pengganti UU No 20 Tahun 2002. Namun dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru pun masih sarat dengan bau Neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat. Penyediaan ketenagalistrikan akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang berlandaskan prinsip Otonomi Daerah. Selain itu upaya untuk menswastanisasi bidang ketenagalistrikan juga masih sangat kental dalam RUU Ketengalistrikan yang baru.
Hal ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah kapitalis saat ini memang berupaya untuk melanggengkan agenda-agenda Neoliberalisme agar dapat menguntungkan kepentingan para pemilik modal. Rakyat Indonesia oleh pemerintah kapitalis saat ini hanya dijadikan “sapi perah” agar dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal. Hal ini juga menunjukkan ketertundukkan pemerintah kapitalis kepada para pemilik modal dan tidak mempedulikan nasib rakyat Indonesia akibat diberlakukannya berbagai kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah.
Jelas bahwa sitem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan sebenarnya bukan hanya gagal, namun sistem Neoliberalisme-Kapitalisme jelas-jelas hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia dan hanya ingin menguntungkan kepentingan-kepentingan para pemilik modal.
Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:
1. Menolak dengan tegas diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, untuk menggantikan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sebenarnya RUU Ketenagalistrikan yang akan diberlakukan tersebut tidak berbeda dengan Undang-undang sebelumnya, dimana hanya akan menguntungkan kepentigan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
2. Menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat di Indonesia untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan menolak diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang dimunculkan oleh sistem Neoliberalisme-Kapitalisme.
3. Sistem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dan hanya dengan SOSIALISME lah rakyat Indonesia akan sejahtera.
Jakarta, 7 September 2009
Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)
Ketua Nasional
(Anwar Ma'ruf)
Sekretaris Jenderal
(Rendro Prayogo)
Senin, 28 September 2009
Dirjen Listrik
Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) J. Purwono juga menjelaskan sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan dan perencanaan yang bersifat nasional dan daerah. Purnomo melanjutkan meskipun PLN bukan lagi pemegang PKUK sebagai BUMN PLN tetap akan mendapatkan prioritas sebagai pelaku usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Demikian dikatakan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam press release penjelasan UU Ketenagalistrikan yang baru seperti dikutip INILAH.COM dari situs ESDM, Kamis (24/9).PLN Tidak lagi sebagai PKUK
PLN Tidak lagi sebagai PKUK
Jika PLN tidak sanggup lanjut Menteri ESDM maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) J. Purwono juga menjelaskan sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan dan perencanaan yang bersifat nasional dan daerah.
Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE), J. Purwono juga menjelaskan, sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan dan perencanaan yang bersifat nasional dan daerah. Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.PLN Tidak lagi sebagai PKUK Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.
Kamis, 24 September 2009
ANTARA News, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Untuk itu dibutuhkan sosok yang juga memiliki citra bersih untuk membantu pemerintahan SBY pada periode kedua agar citra pembina Partai Demokrat itu tidak ikut tercemar. Hu Jintao membuktikan tekadnya itu sebagai berhasil tiga pilar kekuasaan di China yakni sebagai presiden Ketua Partai Komunis China (PKC) dan Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). Karena itu SBY perlu "mewanti-wanti" calon-calon menterinya agar tidak melakukan korupsi dengan ancaman sanksi maksimal seperti hukuman mati sebagaimana yang dilakukan pemimpin China.
Karena itu, SBY perlu "mewanti-wanti" calon-calon menterinya agar tidak melakukan korupsi dengan ancaman sanksi maksimal seperti hukuman mati sebagaimana yang dilakukan pemimpin China. Dalam buku "The China Business Handbook" dilaporkan, sepanjang tahun 2003 tidak kurang 14.300 kasus yang diungkap dan dibawa ke pengadilan yang sebagiannya divonis hukuman mati. Hu Jintao membuktikan tekadnya itu sebagai berhasil tiga pilar kekuasaan di China yakni sebagai presiden, Ketua Partai Komunis China (PKC) dan Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). ANTARA NewsKamis, 17 September 2009
SIARAN PERS ESDM TENTANG UU KETENAGALISTRIKAN
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA
SIARAN PERS
NOMOR : 61/HUMAS DESDM/2009
Tanggal : 8 September 2009
RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENAGALISTRIKAN DISETUJUI MENJADI UNDANG-UNDANG KETENAGALISTRIKAN
RUU Ketenagalistrikan tersebut telah dibahas dalam Pembicaraan Tingkat I antara DPR RI dengan Pemerintah. Beberapa konsepsi dan pokok-pokok pengaturan yang terkandung dalam RUU Ketenagalistrikan adalah seperti berikut :
Tenaga listrik merupakan infrastruktur yang mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menunjang pembangunan di segala bidang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam RUU ini dinyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Konsepsi tersebut sekaligus untuk mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dalam sidang tanggal 15 Desember 2004 yang mengamanatkan agar usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara.
2. Pemerintah merupakan regulator dan pelaku usaha di bidang ketenagalistrikan.
Selain sebagai regulator yang berwenang menetapkan kebijakan, pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Dalam hal kewenangan melakukan usaha penyediaan tenaga listrik, pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara. Selaku regulator, pemerintah menguasai usaha penyediaan tenaga listrik melalui regulasi untuk melakukan intervensi berkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik; dan selaku pelaku usaha, pemerintah via Badan Usaha Milik Negara menguasai usaha penyediaan tenaga listrik melalui kepemilikan badan usaha. Pengaturan tersebut sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas yang mengamanatkan agar negara menguasai usaha penyediaan tenaga listrik melalui pengaturan atau kepemilikan.
3. Pembagian kewenangan dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Dalam rangka menunjang semangat otonomi daerah, dalam RUU tentang Ketenagalistrikan ini diatur lebih rinci dan lebih jelas mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan sehingga pemerintah daerah mempunyai peran dan tanggung jawab besar untuk pengembangan sistem ketenagalistrikan.
4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diberi prioritas pertama (first right of refusal) untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik.
BUMN di bidang ketenagalistrikan mendapat prioritas pertama memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah usahanya. Pengaturan tersebut juga sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud yang mengamanatkan agar BUMN mendapat prioritas utama berusaha di bidang ketenagalistrikan.
5. Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik guna meningkatkan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat. Pemerintah menerbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
6. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha pembangkitan tenaga listrik; transmisi tenaga listrik; distribusi tenaga listrik; dan/atau penjualan tenaga listrik. Dimana pembagian jenis usaha tersebut telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, dan RUU ini tidak mengatur pemisahan usaha (unbundling) BUMN.
7. Harga jual tenaga listrik, harga sewa jaringan dan tarif tenaga listrik bersifat regulated.
Harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik ditetapkan pelaku usaha setelah mendapat persetujuan pemerintah atau pemerintah daerah. Tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR, atau ditetapkan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Pemerintah mengatur subsidi untuk konsumen tidak mampu.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1985
REPUBLIK INDONESIA
No. 74, 1985 (ENERGI. Perusahaan Negara. Prasarana. Listrik. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317)
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1985
TENTANG
KETENAGALISTRIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa tenaga listrik sangat penting artinya bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong peningkatan kegiatan ekonomi pada khususnya, dan oleh karenanya usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya perlu ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik;
c. bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang berkesinambungan di bidang ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk secara optimal memanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga listrik, sehingga menjamin tersedianya tenaga listrik;
d. bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas dan karena Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63) yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan di bidang ketenagalistrikan, perlu disusun Undang-undang tentang Ketenagalistrikan;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik.
2. Tenaga listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat.
3. Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titik pembangkitan sampai dengan titik pemakaian.
4. Pemanfaatan tenaga listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai dari titik pemakaian.
5. Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada badan usaha milik negara yang diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga listrik.
6. Izin Usaha Ketenagalistrikan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah kepada koperasi atau swasta untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum atau kepada koperasi, swasta, dan badan usaha milik negara atau lembaga negara lainnya untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
7. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenaga-listrikan.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN
PEMBANGUNAN KETENAGALISTRIKAN
Pasal 2
Pembangunan ketenagalistrikan berlandaskan asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepercayaan pada diri sendiri, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 3
Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
BAB III
SUMBER ENERGI UNTUK TENAGA LISTRIK
Pasal 4
(1) Sumber daya alam yang merupakan sumber energi yang terdapat di seluruh Wilayah Republik Indonesia dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk berbagai tujuan termasuk untuk menjamin keperluan penyediaan tenaga listrik.
(2) Kebijaksanaan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk tenaga listrik ditetapkan Pemerintah dengan memperhatikan aspek keamanan, keseimbangan, dan kelestarian lingkungan hidup.
BAB IV
PERENCANAAN UMUM KETENAGALISTRIKAN
Pasal 5
(1) Pemerintah menetapkan rencana umum ketenagalistrikan secara menyeluruh dan terpadu.
(2) Dalam menyusun rencana umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah wajib memperhatikan pikiran dan pandangan yang bidup dalam masyarakat.
BAB V
USAHA KETENAGALISTRIKAN
Pasal 6
(1) Usaha ketenagalistrikan terdiri dari:
a. usaha penyediaan tenaga listrik;
b. usaha penunjang tenaga listrik.
(2) Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat meliputi jenis usaha:
a. pembangkitan tenaga listrik;
b. transmisi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga listrik.
(3) Usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi:
a. konsultansi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan;
b. pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan;
c. pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan;
d. pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan tenaga listrik.
Pasal 7
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
(2) Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara, dapat diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan tenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
(3) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikecualikan bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang jumlah kapasitasnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Ketentuan mengenai usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10
Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dapat bekerja-sama dengan badan usaha lain setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 11
(1) Untuk kepentingan umum, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalam melaksanakan usaha-usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diberi kewenangan untuk:
a. melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan;
b. melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan;
c. melintasi jalan umum dan jalan kereta api.
(2) Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk kepentingan umum Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum juga diberi kewenangan untuk:
a. masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu;
b. menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah;
c. melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah;
d. menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalanginya.
Pasal 12
(1) Untuk kepentingan umum, mereka yang berhak atas tanah, bangunan, dan tumbuh-tumbuhan mengizinkan Pemegang Kuasa Usaha Ketenaga-listrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), dengan mendapatkan imbalan ganti rugi kecuali tanah Negara, bagi Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum baru dapat melakukan pekerjaannya setelah ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan.
Pasal 13
Kewajiban untuk memberi ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tidak berlaku terhadap mereka yang mendirikan bangunan, menanam tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain di atas tanah yang akan atau sudah digunakan untuk usaha penyediaan tenaga listrik dengan tujuan untuk memperoleh ganti rugi.
Pasal 14
Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
HUBUNGAN ANTARA PEMEGANG KUASA USAHA
KETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANG IZIN USAHA
KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN
MASYARAKAT DALAM USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
Pasal 15
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum wajib:
a. menyediakan tenaga listrik;
b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat;
c. memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan umum.
(2) Ketentuan tentang hubungan antara Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dengan masyarakat yang menyangkut hak kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
Pemerintah mengatur harga jual tenaga listrik.
BAB VII
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK
Pasal 17
Syarat-syarat penyediaan, pengusahaan, pemanfaatan, instalasi, dan standardisasi ketenagalistrikan diatur oleh Pemerintah.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan.
(2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum, pengembangan usaha, dan tercapainya standardisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
(3) Tata cara pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 19
Barang siapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakan tindak pidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Pasal 20
(1) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Izin Usaha Ketenagalistrikan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
(3) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tidak memenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan dicabut Usaha Ketenagalistrikannya.
Pasal 21
(1) Barang siapa karena kelalaiannya mengakibatkan matinya seseorang karena tenaga listrik, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.
(2) Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan juga diwajibkan untuk memberi ganti rugi.
(4) Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang tidak menaati ketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp5.000.000,-(lima juta rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
Pasal 23
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah pelanggaran.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 24
(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat juga dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;
b. melakukan penelitian terhadap orang atau badan yang diduga melakukan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;
d. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan melakukan penyitaan terhadap bahan yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;
e. melakukan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
Dengan berlakunya Undang-undang ini peraturan pelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan berdasarkan Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia ("Bepalingen omtrent den aanleg en het gebruik van geleidingen voor electrische verlichting en het overbrengen van kracht door middel van electriciteit in Nederlandsch-Indie") yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1980 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonan- si tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63, tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia ("Bepalingen omtrent den aanleg en het gebruik van geleidingen voor electrische verlichting en het overbrengen van kracht door middel van electriciteit in Nederlandsch-Indie") yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 27
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1985
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Desember 1985
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA