Rabu, 30 September 2009

RUU Ketenagalistrikan Berpotensi Sengsarakan Rakyat

Berpotensi Sengsarakan Rakyat, PRP Tolak RUU Ketenagalistrikan
SENIN, 07-09-2009 16:41

Oleh : Redaksi
JAKARTA - Bahwa semua rakyat Indonesia membutuhkan tenaga listrik untuk menopang kehidupan rumah tangga masing-masing, adalah suatu fakta yang tidak tarbantahkan.

"Namun, bahwa sebagian masyarakat Indonesia belum bisa menikmati tenaga listirk dalam kesehariannya, juga suatu hal yang tidak bisa dinafikan," demikian Ketua Nasional Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP) Anwar Ma'ruf dalam rlisnya yang diterima batamtoday, Senin (7/9/2009).

Untuk rakyat Indonesia di Jawa-Bali, misalnya, saat ini penggunaan listrik bagi kebutuhan rumah tangga telah mencapai 90 persen. Sedangkan untuk luar Jawa, walaupun belum semua dapat menggunakan jasa listrik untuk kebutuhan rumah tangganya, kata Anwar Ma'ruf, tapi dapat dipastikan bahwa sebagian besar rakyat di luar Jawa juga membutuhkannya untuk membantu produktivitas rumah tangga dan industrinya.

Untuk saat ini listrik sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyrakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. "Dengan demikian, bidang kelistrikan kemudian juga akan menjadi incaran para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan," tandasnya.

Dengan asumsi sekitar 90 persen masyarakat di Jawa dan Bali menggunakan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangganya, kata Anwar Ma'ruf, dipastikan bisa menjadi lahan bisnis baru bagi para pemilik modal.

"Hal itu sudah mulai terlihat dari kebijakan pemerintah yang memberlakukan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yang dianggap sebagai upaya untuk melancarkan swastanisasi/privatisasi bidang kelistrikan," sebut Anwar.

Sebab, Inti dari UU No 20 Tahun 2002 dinilainya sebagai upaya mewujudkan swastanisasi/privatisasi kelistrikan di Jawa-Bali dan menyerahkan PLN Luar Jawa ke pemerintah daerah. "Hal tersebut jelas akan berdampak pada semakin tingginya biaya listrik yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya di Jawa-Bali," tambahnya.

Selain itu, pemerintah daerah juga akan terbebani dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarkatnya. Dalam salah satu pasal di UU No 20 Tahun 2002 disebutkan, bahwa usaha pembangkitan tenaga listrik dilakukan berdasakan kompetisi. Artinya, untuk pembangkit tenaga listrik, setiap pemilik modal dapat berkompetisi untuk membangun instalasi tersebut.

"Hal ini jelas akan berdampak buruk, seperti halnya swastanisasi yang saat ini terjadi di bidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan tertutup aksesnya untuk menikmati listrik karena tidak memiliki biaya," ungkap Anwar Ma'ruf yang didampingi Rendro Prayogo, Sekjen KP-PRP.

Beruntung, pada 15 Desember 2004 Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan konstitusi UUD 45. Dan selanjutnya, pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyiapkan undang-undang baru sebagai pengganti UU No 20 Tahun 2002.

Namun sayang, dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru pun, kata Anwar Ma'ruf, masih sarat dengan bau neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat.

Penyediaan ketenagalistrikan akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang berlandaskan prinsip otonomi daerah. Selain itu, upaya untuk menswastanisasi bidang ketenagalistrikan juga masih sangat kental dalam RUU Ketengalistrikan tersebut.

"Ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah kapitalis saat ini memang berupaya untuk melanggengkan agenda-agenda neoliberalisme agar dapat menguntungkan kepentingan para pemilik modal. Rakyat Indonesia oleh pemerintah kapitalis saat ini hanya dijadikan "sapi perah" agar dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal," ujarnya lagi.

Ditambahkan Rendro Prayogo, pemberlakuan berbagai kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah, juga menunjukkan ketertundukkan pemerintah kapitalis kepada para pemilik modal, hingga tidak mempedulikan nasib rakyat Indonesia akibat

"Sitem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan bukan hanya gagal, namun sistem Neoliberalisme-Kapitalisme jelas-jelas hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia dan hanya ingin menguntungkan kepentingan-kepentingan para pemilik modal," tandasnya.

Dalam rilisnya, PRP juga menyampaikan 3 poin penolakannya atas Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang diusulkan pemerintah:

Pertama, menolak dengan tegas diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, untuk menggantikan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sebenarnya RUU Ketenagalistrikan yang akan diberlakukan tersebut tidak berbeda dengan undang-undang sebelumnya, dimana hanya akan menguntungkan kepentigan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat Indonesia.

Kedua, menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat di Indonesia untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan menolak diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang dimunculkan oleh sistem Neoliberalisme-Kapitalisme.

Dan yang terakhir, PRP menyatakan kalau sistem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dan hanya dengan SOSIALISME lah rakyat Indonesia akan sejahtera.(btd/redaksi)

Pernyataan Sikap Konfederasi KASBI

Pernyataan Sikap

Konfederasi KASBI
(Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia)

Menolak RUU
Kelistrikan dan Mendukung SP PLN Melawan RUU Kelistrikan



Neoliberalisme adalah berkurangnya atau bahkan
hilangnya peran negara dalam mengurusi/melindungi kepentingan publik atau hajat
hidup rakyat. Dalam konteks kekinian, hajat hidup tersebut adalah tempat
tinggal/perumahan, pangan atau lapangan kerja, kesehatan, pendidikan, kebutuhan
energi dan listrik serta air.



Hilangnya peran negara ditunjukkan dengan
dialihkannya pengelolaan dan pelayanannya kepada pihak swasta. Swasta ini bisa
asing atau pengusaha Indonesia. Ketika diserahkan
pihak swasta, maka yang terjadi adalah upaya pihak pengelola tersebut untuk
mendapatkan keuntungan sebesar besarnya. Keuntungan tersebut didapat dari
konsumen, yakni Rakyat Indonesia. Pengalihan peran ini
diberikan payung hukum yang dibuat oleh DPR RI dan pemerintah.



Dengan demikian,
pemerintah dan DPR RI telah mengabdi dengan ”tunduk dan patuh” terhadap
kepentingan para pemodal yang mengusung sistem ekonomi Neoliberalisme. Ini juga
semakin menunjukkan betapa Indonesia, dalam hal ini Pemerintah dan DPR RI masih
”terikat” oleh LOI dengan IMF tanggal 15 januari 1998, dimana harus terjadi
reformasi peraturan untuk liberalisasi pasar di Indonesia.



Saat ini, ada
beberapa Rancangan Undang Undang (RUU) yang jelas-jelas memberikan mandat untuk
terjadi pengalihan kewajiban pengelolaan yang berhubungan dengan hajat hidup
rakyat. Diantara RUU terebut adalah RUU Pengawasan Privatisasi BUMN dan RUU
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).



RUU Pengawasan
Privatisasi BUMN akan lebih mendorong pada proses
diprivatisasikannya/swastanisasi PLN. Dengan demikian maka akan ada resiko
kenaikan harga listrik untuk rakyat. Kenaikan ini jelas akan menambah beban
hidup rakyat yang sudah banyak menemui kesulitan-kesulitan. Privatisasi ini
juga akan berimbas pada kehidupan para pekerja di BUMN, khususnya di PLN.
Karena dengan dikelola oleh swasta, maka sistem kerja kontrak dan outsourcing
akan diterapkan secara masif. Dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing maka
penghasilan buruh akan rendah dan kelangsungan kerjanya menjadi tidak pasti.
Artinya, kehidupan pekerja menjadi lebih sengsara.



Dengan kondisi
tersebut, maka kami dari Pengurus Pusat Konfederasi Kongres Aliansi Serikat
Buruh Indonesia (PP-KASBI) Menyatakan sikap sebagai Berikut :



Menolak UU Keltenagaistrikan, yang bertendensi pada lepasnya peran negara
pada kepentingan masyarakat pada hak atas listrik, privatasi PLN dan
kenaikan harga listrik bagi Rakyat.Menolak RUU Kawasan Ekonomi
KhususMenolak PRIVATISASI PLN dan Menolak PRIVATISASI BUMN Lainnya.Mendukung
Perjuangan SP PLN dalam Perlawanan terhadap RUU Kelistrikan,
Privatisasi PLN dan kenaikan harga listrik.Menuntut DPR RI untuk tidak
mengesahkan RUU
Privatisasi BUMN, RUU Kawasan Ekonomi khusus.



Demikian pernyataan sikap ini sebagai bentuk ”peringatan” bagi penguasa
negeri ini yang menjual kekayaan negara dan rakyatnya, sekaligus sebagai bentuk
dukungan kepada semua rakyat yang melakukan perlawanan terhadap rezim penindas.



Jakarta,
5 September 2009



Pengurus
Pusat Konfederasi

Kongres
Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)



Ketua
Umum : (Nining
Elitos) Sekretaris jendral : (Khamid Istakhori)

PERNYATAAN SIKAP

PERNYATAAN SIKAP
PERHIMPUNAN RAKYAT PEKERJA

Nomor: 137/PS/KP-PRP/e/IX/09

Tolak RUU Ketenagalistrikan yang baru karena berpotensi menyengsarakan rakyat!
Negara harus menjamin kebutuhan rakyat akan listrik!



Salam rakyat pekerja,

Hampir seluruh rakyat Indonesia saat ini telah menggunakan tenaga listrik untuk kebutuhan rumah tangganya. Untuk rakyat Indonesia di Jawa-Bali saja, penggunaan listrik bagi kebutuhan rumah tangganya telah mencapai 90%. Sedangkan untuk wilayah luar Jawa, walaupun belum semua menggunakan jasa listrik untuk kebutuhan rumah tangganya, namun dapat dipastikan bahwa sebagian besar rakyat di luar Jawa juga membutuhkan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangga dan industrinya. Untuk itu, listrik dapat dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyrakat untuk menjalani kehidupannya.

Oleh karena itu, bidang kelistrikan kemudian juga menjadi incaran para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan. Dengan asumsi sekitar 90% masyarakat di Jawa dan Bali menggunakan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangganya, maka ini bisa menjadi lahan bisnis baru bagi para pemilik modal.

Untuk melancarkan swastanisasi/privatisasi bidang kelistrikan kemudian pemerintah kapitalis pada tahun 2002 memberlakukan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan. Inti dari UU No 20 Tahun 2002 tersebut adalah mengupayakan swastanisasi/privatisasi kelistrikan di Jawa-Bali dapat terwujud dan menyerahkan PLN Luar Jawa ke Pemda. Hal ini jelas akan berdampak pada semakin tingginya biaya listrik yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya di Jawa-Bali serta membebankan PEMDA dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarkatnya. Dalam salah satu pasalnya di UU NO 20 Tahun 2002 disebutkan bahwa usaha pembangkitan tenaga listrik dilakukan berdasakan kompetisi. Artinya untuk pembangkit tenaga listrik, setiap pemilik modal dapat berkompetisi untuk membangun instalasi tersebut. Hal ini jelas akan berdampak seperti halnya swastanisasi yang saat ini terjadi di bidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan tertutup aksesnya untuk menikmati listrik karena tidak memiliki biaya.

Akan tetapi pada 15 Desember 2004, Mahkamah Konstitusi membatalkan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan konstitusi UUD’45. Untuk selanjutnya pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyiapkan undang-undang baru sebagai pengganti UU No 20 Tahun 2002. Namun dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru pun masih sarat dengan bau Neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat. Penyediaan ketenagalistrikan akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang berlandaskan prinsip Otonomi Daerah. Selain itu upaya untuk menswastanisasi bidang ketenagalistrikan juga masih sangat kental dalam RUU Ketengalistrikan yang baru.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah kapitalis saat ini memang berupaya untuk melanggengkan agenda-agenda Neoliberalisme agar dapat menguntungkan kepentingan para pemilik modal. Rakyat Indonesia oleh pemerintah kapitalis saat ini hanya dijadikan “sapi perah” agar dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal. Hal ini juga menunjukkan ketertundukkan pemerintah kapitalis kepada para pemilik modal dan tidak mempedulikan nasib rakyat Indonesia akibat diberlakukannya berbagai kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah.

Jelas bahwa sitem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan sebenarnya bukan hanya gagal, namun sistem Neoliberalisme-Kapitalisme jelas-jelas hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia dan hanya ingin menguntungkan kepentingan-kepentingan para pemilik modal.

Maka dari itu, kami dari Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP) menyatakan sikap:


1. Menolak dengan tegas diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, untuk menggantikan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sebenarnya RUU Ketenagalistrikan yang akan diberlakukan tersebut tidak berbeda dengan Undang-undang sebelumnya, dimana hanya akan menguntungkan kepentigan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat Indonesia.

2. Menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat di Indonesia untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan menolak diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang dimunculkan oleh sistem Neoliberalisme-Kapitalisme.

3. Sistem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dan hanya dengan SOSIALISME lah rakyat Indonesia akan sejahtera.




Jakarta, 7 September 2009


Komite Pusat
Perhimpunan Rakyat Pekerja
(KP-PRP)


Ketua Nasional

(Anwar Ma'ruf)


Sekretaris Jenderal

(Rendro Prayogo)

Senin, 28 September 2009

Dirjen Listrik

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) J. Purwono juga menjelaskan sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan dan perencanaan yang bersifat nasional dan daerah. Purnomo melanjutkan meskipun PLN bukan lagi pemegang PKUK sebagai BUMN PLN tetap akan mendapatkan prioritas sebagai pelaku usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.

Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Demikian dikatakan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro dalam press release penjelasan UU Ketenagalistrikan yang baru seperti dikutip INILAH.COM dari situs ESDM, Kamis (24/9).

PLN Tidak lagi sebagai PKUK

PLN Tidak lagi sebagai PKUK

Jika PLN tidak sanggup lanjut Menteri ESDM maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) J. Purwono juga menjelaskan sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan dan perencanaan yang bersifat nasional dan daerah.

Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE), J. Purwono juga menjelaskan, sesuai UU Ketenagalistrikan yang baru, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam penetapan kebijakan peraturan perundang-undangan dan perencanaan yang bersifat nasional dan daerah. Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.

PLN Tidak lagi sebagai PKUK Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional. Jika PLN tidak sanggup, lanjut Menteri ESDM, maka swasta akan masuk dan PLN boleh melaksanakan proses business to business (B2B) untuk menyediakan listrik bagi daerah-daerah tertentu, dalam rangka meningkatkan rasio elektrifikasi nasional.

Kamis, 24 September 2009

ANTARA News, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Untuk itu dibutuhkan sosok yang juga memiliki citra bersih untuk membantu pemerintahan SBY pada periode kedua agar citra pembina Partai Demokrat itu tidak ikut tercemar. Hu Jintao membuktikan tekadnya itu sebagai berhasil tiga pilar kekuasaan di China yakni sebagai presiden Ketua Partai Komunis China (PKC) dan Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). Karena itu SBY perlu "mewanti-wanti" calon-calon menterinya agar tidak melakukan korupsi dengan ancaman sanksi maksimal seperti hukuman mati sebagaimana yang dilakukan pemimpin China.

Karena itu, SBY perlu "mewanti-wanti" calon-calon menterinya agar tidak melakukan korupsi dengan ancaman sanksi maksimal seperti hukuman mati sebagaimana yang dilakukan pemimpin China. Dalam buku "The China Business Handbook" dilaporkan, sepanjang tahun 2003 tidak kurang 14.300 kasus yang diungkap dan dibawa ke pengadilan yang sebagiannya divonis hukuman mati. Hu Jintao membuktikan tekadnya itu sebagai berhasil tiga pilar kekuasaan di China yakni sebagai presiden, Ketua Partai Komunis China (PKC) dan Ketua Komisi Militer Pusat (KMP). ANTARA News

Kamis, 17 September 2009

SIARAN PERS ESDM TENTANG UU KETENAGALISTRIKAN

SIARAN PERS ESDM TENTANG UU KETENAGALISTRIKAN

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
NOMOR : 61/HUMAS DESDM/2009
Tanggal : 8 September 2009


RANCANGAN UNDANG-UNDANG KETENAGALISTRIKAN DISETUJUI MENJADI UNDANG-UNDANG KETENAGALISTRIKAN

Pada hari Selasa (8/9) dalam Sidang Paripurna, Pembicaraan Tingkat II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah menyetujui Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan (RUU Ketenagalistrikan) untuk dijadikan Undang-Undang Ketenagalistrikan.


RUU Ketenagalistrikan tersebut diajukan oleh Pemerintah kepada DPR RI didasarkan pada beberapa pertimbangan, diantaranya: pertama, tenaga listrik merupakan infrastruktur penting dalam menunjang pembangunan di segala bidang; kedua, dalam rangka meningkatkan penyediaan tenaga listrik yang lebih efisien, cukup, merata, berkelanjutan, andal, aman, dan akrab lingkungan untuk kesejahteraan rakyat; dan yang terakhir, untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 001-021-022/PUU-1/2003 dalam sidang tanggal 15 Desember 2004 yang memerintahkan kepada pembuat undang-undang untuk membentuk Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan yang baru.


RUU Ketenagalistrikan tersebut telah dibahas dalam Pembicaraan Tingkat I antara DPR RI dengan Pemerintah. Beberapa konsepsi dan pokok-pokok pengaturan yang terkandung dalam RUU Ketenagalistrikan adalah seperti berikut :

1. Usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara.

Tenaga listrik merupakan infrastruktur yang mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menunjang pembangunan di segala bidang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam RUU ini dinyatakan bahwa usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Konsepsi tersebut sekaligus untuk mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan dalam sidang tanggal 15 Desember 2004 yang mengamanatkan agar usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara.

2. Pemerintah merupakan regulator dan pelaku usaha di bidang ketenagalistrikan.
Selain sebagai regulator yang berwenang menetapkan kebijakan, pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Dalam hal kewenangan melakukan usaha penyediaan tenaga listrik, pelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara. Selaku regulator, pemerintah menguasai usaha penyediaan tenaga listrik melalui regulasi untuk melakukan intervensi berkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik; dan selaku pelaku usaha, pemerintah via Badan Usaha Milik Negara menguasai usaha penyediaan tenaga listrik melalui kepemilikan badan usaha. Pengaturan tersebut sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tersebut di atas yang mengamanatkan agar negara menguasai usaha penyediaan tenaga listrik melalui pengaturan atau kepemilikan.

3. Pembagian kewenangan dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Dalam rangka menunjang semangat otonomi daerah, dalam RUU tentang Ketenagalistrikan ini diatur lebih rinci dan lebih jelas mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan ketenagalistrikan sehingga pemerintah daerah mempunyai peran dan tanggung jawab besar untuk pengembangan sistem ketenagalistrikan.

4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diberi prioritas pertama (first right of refusal) untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik.
BUMN di bidang ketenagalistrikan mendapat prioritas pertama memenuhi kebutuhan tenaga listrik di wilayah usahanya. Pengaturan tersebut juga sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud yang mengamanatkan agar BUMN mendapat prioritas utama berusaha di bidang ketenagalistrikan.

5. Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik guna meningkatkan penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat. Pemerintah menerbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

6. Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum meliputi jenis usaha pembangkitan tenaga listrik; transmisi tenaga listrik; distribusi tenaga listrik; dan/atau penjualan tenaga listrik. Dimana pembagian jenis usaha tersebut telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, dan RUU ini tidak mengatur pemisahan usaha (unbundling) BUMN.

7. Harga jual tenaga listrik, harga sewa jaringan dan tarif tenaga listrik bersifat regulated.
Harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik ditetapkan pelaku usaha setelah mendapat persetujuan pemerintah atau pemerintah daerah. Tarif tenaga listrik untuk konsumen ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR, atau ditetapkan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD. Pemerintah mengatur subsidi untuk konsumen tidak mampu.

Kepala Biro Hukum dan Humas





Sutisna Prawira