Berpotensi Sengsarakan Rakyat, PRP Tolak RUU Ketenagalistrikan
SENIN, 07-09-2009 16:41
Oleh : Redaksi
JAKARTA - Bahwa semua rakyat Indonesia membutuhkan tenaga listrik untuk menopang kehidupan rumah tangga masing-masing, adalah suatu fakta yang tidak tarbantahkan.
"Namun, bahwa sebagian masyarakat Indonesia belum bisa menikmati tenaga listirk dalam kesehariannya, juga suatu hal yang tidak bisa dinafikan," demikian Ketua Nasional Komite Pusat Perhimpunan Rakyat Pekerja (KP-PRP) Anwar Ma'ruf dalam rlisnya yang diterima batamtoday, Senin (7/9/2009).
Untuk rakyat Indonesia di Jawa-Bali, misalnya, saat ini penggunaan listrik bagi kebutuhan rumah tangga telah mencapai 90 persen. Sedangkan untuk luar Jawa, walaupun belum semua dapat menggunakan jasa listrik untuk kebutuhan rumah tangganya, kata Anwar Ma'ruf, tapi dapat dipastikan bahwa sebagian besar rakyat di luar Jawa juga membutuhkannya untuk membantu produktivitas rumah tangga dan industrinya.
Untuk saat ini listrik sudah dianggap sebagai sebuah kebutuhan yang mungkin tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyrakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. "Dengan demikian, bidang kelistrikan kemudian juga akan menjadi incaran para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan," tandasnya.
Dengan asumsi sekitar 90 persen masyarakat di Jawa dan Bali menggunakan listrik untuk membantu produktivitas rumah tangganya, kata Anwar Ma'ruf, dipastikan bisa menjadi lahan bisnis baru bagi para pemilik modal.
"Hal itu sudah mulai terlihat dari kebijakan pemerintah yang memberlakukan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yang dianggap sebagai upaya untuk melancarkan swastanisasi/privatisasi bidang kelistrikan," sebut Anwar.
Sebab, Inti dari UU No 20 Tahun 2002 dinilainya sebagai upaya mewujudkan swastanisasi/privatisasi kelistrikan di Jawa-Bali dan menyerahkan PLN Luar Jawa ke pemerintah daerah. "Hal tersebut jelas akan berdampak pada semakin tingginya biaya listrik yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia, khususnya di Jawa-Bali," tambahnya.
Selain itu, pemerintah daerah juga akan terbebani dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarkatnya. Dalam salah satu pasal di UU No 20 Tahun 2002 disebutkan, bahwa usaha pembangkitan tenaga listrik dilakukan berdasakan kompetisi. Artinya, untuk pembangkit tenaga listrik, setiap pemilik modal dapat berkompetisi untuk membangun instalasi tersebut.
"Hal ini jelas akan berdampak buruk, seperti halnya swastanisasi yang saat ini terjadi di bidang pendidikan dan kesehatan. Masyarakat yang tidak mampu secara finansial akan tertutup aksesnya untuk menikmati listrik karena tidak memiliki biaya," ungkap Anwar Ma'ruf yang didampingi Rendro Prayogo, Sekjen KP-PRP.
Beruntung, pada 15 Desember 2004 Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan karena bertentangan dengan konstitusi UUD 45. Dan selanjutnya, pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyiapkan undang-undang baru sebagai pengganti UU No 20 Tahun 2002.
Namun sayang, dalam Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru pun, kata Anwar Ma'ruf, masih sarat dengan bau neoliberalisme yang akan menyengsarakan rakyat.
Penyediaan ketenagalistrikan akan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah dan pemerintah daerah yang berlandaskan prinsip otonomi daerah. Selain itu, upaya untuk menswastanisasi bidang ketenagalistrikan juga masih sangat kental dalam RUU Ketengalistrikan tersebut.
"Ini jelas menunjukkan bahwa pemerintah kapitalis saat ini memang berupaya untuk melanggengkan agenda-agenda neoliberalisme agar dapat menguntungkan kepentingan para pemilik modal. Rakyat Indonesia oleh pemerintah kapitalis saat ini hanya dijadikan "sapi perah" agar dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi para pemilik modal," ujarnya lagi.
Ditambahkan Rendro Prayogo, pemberlakuan berbagai kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah, juga menunjukkan ketertundukkan pemerintah kapitalis kepada para pemilik modal, hingga tidak mempedulikan nasib rakyat Indonesia akibat
"Sitem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia. Bahkan bukan hanya gagal, namun sistem Neoliberalisme-Kapitalisme jelas-jelas hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat Indonesia dan hanya ingin menguntungkan kepentingan-kepentingan para pemilik modal," tandasnya.
Dalam rilisnya, PRP juga menyampaikan 3 poin penolakannya atas Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang diusulkan pemerintah:
Pertama, menolak dengan tegas diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang baru, untuk menggantikan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena sebenarnya RUU Ketenagalistrikan yang akan diberlakukan tersebut tidak berbeda dengan undang-undang sebelumnya, dimana hanya akan menguntungkan kepentigan para pemilik modal dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
Kedua, menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat di Indonesia untuk bersama-sama menggalang kekuatan dan menolak diberlakukannya Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang dimunculkan oleh sistem Neoliberalisme-Kapitalisme.
Dan yang terakhir, PRP menyatakan kalau sistem Neoliberalisme-Kapitalisme telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, dan hanya dengan SOSIALISME lah rakyat Indonesia akan sejahtera.(btd/redaksi)

Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar